Mei 6, 2025

Mengapa Strategi Supply Chain Anda Tidak Akan Efektif Tanpa KPI Manufacturing

Mungkin Anda tidak langsung menyadarinya, tapi kalau KPI supply chain Anda gagal menceritakan keseluruhan cerita, kemungkinan besar ada sesuatu yang penting yang hilang: KPI manufacturing. Ya, angka-angka yang berasal dari lantai produksi, yang sering kali hidup di sistem terpisah atau ruang meeting yang berbeda. Angka-angka yang tidak selalu masuk ke dashboard supply chain Anda yang rapi—padahal seharusnya.

Mari kita bicara jujur. Profesional supply chain saat ini berada di bawah tekanan yang luar biasa. Ada ekspektasi pelanggan untuk pengiriman yang cepat, murah, dan tepat waktu. Ada volatilitas permintaan, keterlambatan bahan baku, gangguan geopolitik, dan tentu saja, pertanyaan akrab dari atasan: “OTIF bulan ini gimana?” Semua orang ingin supply chain berjalan lebih lancar, lebih murah, dan lebih cerdas.

Dan mungkin Anda sudah melacak angka-angka besar. Order Fulfillment Rate. Inventory Turnover. Days of Supply. OTIF. Forecast Accuracy. Anda tahu permainannya. KPI-KPI itu penting—tapi itu semua adalah hasil akhir. Mereka menunjukkan hasil dari proses yang kompleks dan saling terhubung. Tapi kenyataannya: tanpa KPI manufacturing yang mengisi metrik-metrik besar itu, Anda tidak melihat gambaran yang utuh. Anda seperti mengemudi dalam gelap.

Sebelum kita lanjutkan bahasan menarik ini, jangan lupa untuk follow juga akun LinkedIn saya. Anda akan mendapatkan lebih banyak insight bermanfaat tentang supply chain management di sana. Dapatkan juga ebook dari scmguide.com di sini untuk semakin menambah wawasan supply chain management Anda.

Ketika Hasilnya Jelas Tapi Penyebabnya Misterius

Bayangkan Order Fulfillment Rate Anda turun bulan lalu. Sekarang cuma 82% dari biasanya 94%. Pelanggan mulai mengeluh. Tim Anda panik. Bagian procurement menyalahkan produksi. Produksi bilang forecast-nya salah. Logistik bilang truk sudah menunggu barang yang belum selesai dibuat.

Kacau. Masalahnya bukan karena Anda tidak mengukur cukup banyak. Masalahnya Anda belum mengukur cukup dalam. Anda melihat skor akhir, tapi tidak tahu siapa yang gagal memberi umpan atau kenapa strategi tidak berhasil.

Inilah yang terjadi ketika KPI manufacturing tidak diintegrasikan ke dalam manajemen supply chain Anda. Anda mencoba mengelola kinerja pengiriman tanpa tahu seberapa sehat “mesin” pembuat produk Anda.

Manufacturing Bukan Kotak Hitam. Itu Jantungnya.

Ada pemisahan tidak tertulis di banyak perusahaan, seolah manufacturing adalah sesuatu yang terjadi “di sana.” Tempat mesin bekerja. Tempat operator mencatat jam masuk. Tempat downtime dianggap normal. Tim supply chain merencanakan, membeli, menyimpan, dan mengirim—tapi produksi? Urusan orang lain.

Tapi pola pikir itu menciptakan titik buta yang fatal. Manufacturing bukan fungsi pendukung. Bukan kotak hitam. Itu adalah inti dari supply chain Anda. Begitu produksi melambat, gagal, atau tidak konsisten, efek riaknya menghantam perencanaan, inventori, pengiriman, sampai kepuasan pelanggan.

Jadi ketika Anda cuma memantau KPI supply chain tingkat tinggi tanpa menyelami lapisan manufacturing, Anda kehilangan kemampuan untuk mendiagnosis. Anda cuma melihat gejala, bukan penyakitnya.

Anda juga pasti suka:

Anda Butuh KPI yang Lebih Dalam

Mari kita bahas beberapa KPI manufacturing yang seharusnya ada di setiap dashboard supply chain yang serius:

  • Overall Equipment Effectiveness (OEE): Apakah mesin Anda berjalan secara efisien?
  • Downtime: Berapa banyak waktu yang hilang karena kerusakan atau pergantian setup?
  • Schedule Adherence: Apakah produksi berjalan sesuai jadwal?
  • First Pass Yield: Berapa banyak produk jadi yang baik dari percobaan pertama?
  • Scrap Rate: Seberapa banyak bahan baku yang terbuang?
  • Production Lead Time: Berapa lama waktu yang benar-benar dibutuhkan untuk memproduksi barang?

Ini bukan sekadar metrik produksi. Ini adalah sinyal peringatan dini untuk supply chain Anda. Kalau OEE turun, Anda akan melewatkan jadwal pengiriman. Kalau kepatuhan jadwal rendah, gudang akan mulai menebak. Kalau lead time melebar, perencana panik. Semuanya menjadi reaktif. Di situlah biaya naik, tingkat layanan turun, dan orang mulai saling menyalahkan.

Kesenjangan Itu Nyata—dan Menahan Anda

Di banyak organisasi, tim supply chain dan manufacturing berjalan di jalur paralel. Alat yang berbeda. KPI yang berbeda. Dashboard yang berbeda. Mereka mungkin bertemu dalam rapat atau saling kirim laporan, tapi jarang benar-benar selaras.

Kesenjangan itu sangat merugikan. Karena supply chain itu tentang aliran. Dan kalau aliran itu terputus di level manufacturing, semua yang ada di hilir akan terganggu.

Contohnya begini. Bayangkan supply chain Anda dioptimalkan untuk mengirim produk X setiap 3 hari. Logistik sudah rapi. Pelanggan senang. Tapi suatu minggu, produksi melambat. Mesin sih oke, tapi yield-nya turun karena kualitas bahan baku berubah. Tidak ada yang memberi tanda. Pengiriman mulai terlambat. Buffer inventori habis. Tiba-tiba OTIF Anda anjlok. Yang terlihat di dashboard cumalah keterlambatan pengiriman.

Padahal di balik keterlambatan itu ada tiga lapis masalah produksi yang tidak terukur dan seharusnya bisa dicegah—atau setidaknya dikendalikan—kalau KPI yang tepat tersedia.

Designed by Freepik

KPI Bukan Tentang Menyalahkan. Tapi Memberi Wawasan.

Salah satu alasan tim enggan menambahkan lebih banyak KPI—terutama dari departemen lain—adalah rasa takut. Takut disalahkan. Takut diawasi secara mikro. Takut dijadikan angka.

Padahal bukan itu tujuan KPI. Dalam versi terbaiknya, KPI menciptakan visibilitas bersama. Mereka menjadi bahasa bersama. Mereka menceritakan kisah yang sama kepada semua pihak dalam rantai, jadi keputusan dibuat berdasarkan fakta, bukan firasat.

Ketika manajer supply chain mulai bertanya soal OEE, bukan karena mereka ingin mengaudit pabrik. Tapi karena mereka ingin memprediksi risiko. Ketika perencana paham first pass yield, mereka bisa menyesuaikan buffer secara realistis. Ketika procurement melihat scrap rate naik, mereka bisa evaluasi pemasok.

Inilah jenis kolaborasi lintas fungsi yang membedakan supply chain biasa dari yang luar biasa.

Anda juga pasti suka:

Mulai dari yang Kecil, Tapi Mulai Sekarang

Anda tidak perlu mengukur semuanya sekaligus. Kalau dashboard supply chain Anda saat ini belum memasukkan KPI manufacturing, mulai dari satu saja. Mungkin schedule adherence. Mungkin downtime. Pilih KPI yang paling berdampak pada keandalan pengiriman dan mulai lacak.

Lalu, jangan cuma laporkan. Bicarakan. Masukkan ke dalam rapat yang sama dengan diskusi order fulfillment. Gunakan untuk menjelaskan varians. Gunakan untuk mengantisipasi risiko. Di situlah KPI menjadi alat, bukan sekadar grafik.

Tujuannya bukan membanjiri tim Anda dengan data. Tujuannya adalah menghubungkan titik-titik—jadi saat angka berubah di level pelanggan, Anda bisa melacaknya sampai ke mesin, shift, atau keputusan yang menyebabkannya.

Visibilitas Menciptakan Kelincahan

Di dunia sekarang ini, kecepatan saja tidak cukup. Yang menang adalah yang lincah. Dan kelincahan datang dari kemampuan untuk melihat dengan jelas, memutuskan dengan cepat, dan bertindak dengan percaya diri.

Itu cuma mungkin kalau KPI supply chain Anda berlapis. Bukan cuma menunjukkan apa yang terjadi, tapi membantu Anda memahami mengapa itu terjadi.

KPI manufacturing memberi Anda visibilitas itu. Mereka adalah detak jantung operasi. Tanpa itu, Anda seperti terbang tanpa radar.

Jadi kalau Anda ingin supply chain yang benar-benar tangguh—mulailah dengan membuka pintu ke lantai produksi. Masukkan angka-angka itu. Jadikan bagian dari strategi Anda. Dan yang terpenting, gunakan untuk membangun jembatan antara tim-tim yang terlalu lama bekerja secara terpisah.

Karena pada akhirnya, supply chain yang hebat bukan cuma cepat. Tapi selaras. Dan keselarasan dimulai dengan berbagi apa yang kita ukur—dan mengapa itu penting.

Dan itulah alasan mengapa supply chain Anda sangat membutuhkan KPI manufacturing.

Semoga bermanfaat!

Bagikan artikel ini ke rekan Anda yang lain supaya mereka juga mendapatkan manfaatnya. Untuk lebih banyak insight bermanfaat tentang supply chain management, follow akun LinkedIn saya. Dapatkan juga ebook dari scmguide.com di sini untuk semakin menambah wawasan supply chain management Anda. Anda bebas menggunakan semua artikel di blog ini untuk tujuan apapun, termasuk komersil, tanpa perlu memberikan atribusi.

Avatar photo

Dicky Saputra

Saya adalah seorang profesional yang bekerja di bidang Supply Chain Management sejak tahun 2004. Saya membantu perusahaan untuk meningkatkan kinerja keseluruhan supply chain mereka.

View all posts by Dicky Saputra →

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *