Desember 4, 2024

Mengapa Akurasi 100% dalam Peramalan Permintaan Itu Tidak Realistis—dan Bagaimana Mengatasinya

Dalam dunia bisnis, peramalan permintaan adalah salah satu tugas yang penting tapi penuh tantangan. Setiap perusahaan ingin memprediksi penjualan dan permintaan pelanggan di masa depan dengan seakurat mungkin. Peramalan yang baik memungkinkan perusahaan merencanakan produksi, mengelola persediaan, dan mengalokasikan sumber daya secara efisien.

Tapi, mencapai akurasi 100% dalam peramalan permintaan sebenarnya hampir tidak mungkin. Bahkan, dengan model peramalan yang paling canggih sekalipun, selalu ada margin kesalahan yang harus dihadapi.

Di artikel ini, kita akan membahas mengapa akurasi sempurna sulit dicapai, target yang realistis, dampak kesalahan peramalan bagi bisnis, serta strategi untuk mengelola risiko yang muncul.

Sebelum kita lanjutkan bahasan menarik ini, jangan lupa untuk follow juga akun LinkedIn saya. Anda akan mendapatkan lebih banyak insight bermanfaat tentang supply chain management di sana. Dapatkan juga ebook dari scmguide.com di sini untuk semakin menambah wawasan supply chain management Anda.

Mengapa Akurasi Peramalan 100% Itu Sulit Dicapai

Bayangkan kalau kita bisa memprediksi setiap perubahan perilaku pelanggan, setiap fluktuasi pasar, dan setiap faktor eksternal yang bisa memengaruhi permintaan. Tingkat kepastian ini tentu ideal, tapi sangat sulit tercapai. Dalam peramalan permintaan, ada banyak variabel yang berperan, dan banyak di antaranya sulit diprediksi. Meski kita bisa menggunakan data historis, tren pasar, dan indikator ekonomi untuk membuat perkiraan, faktor-faktor ini bisa saja berubah tanpa diduga.

Permintaan dipengaruhi oleh kejadian eksternal seperti perubahan ekonomi, kondisi politik, dan bencana alam, serta faktor internal seperti kampanye pemasaran atau peluncuran produk baru. Faktor-faktor ini seringkali bersifat dinamis, sehingga sulit untuk menangkap setiap kemungkinan yang ada. Bahkan model peramalan terbaik pun punya keterbatasan. Model ini bergantung pada data historis yang mungkin sudah tidak relevan di lingkungan yang terus berubah. Contohnya, model yang dibangun berdasarkan data penjualan sebelum pandemi mungkin akan tidak akurat karena perubahan drastis yang terjadi akibat COVID-19.

Akibatnya, meskipun pendekatan peramalan sudah sangat canggih, prediksi permintaan akan selalu menyisakan ketidakpastian. Perusahaan bisa terus memperbaiki akurasi mereka, tapi mengharapkan kesempurnaan hingga 100% tidaklah realistis. Sebaliknya, tujuan yang lebih bijak adalah meminimalkan tingkat kesalahan sebaik mungkin dan siap menghadapi selisih yang tak terhindarkan.

Target Akurasi Peramalan yang Realistis di Berbagai Industri

Mengingat kompleksitas dan variabilitas yang ada, perusahaan dari berbagai industri biasanya menetapkan target akurasi peramalan yang realistis. Secara umum, akurasi peramalan antara 70% hingga 90% dianggap sudah baik dan bisa dicapai. Untuk perusahaan barang konsumsi dan ritel, target akurasi jangka pendek sekitar 80-90% adalah standar yang kuat. Sektor ini sering kali menghadapi variasi permintaan yang tinggi, sehingga akurasi sempurna sulit dicapai, tapi tetap memungkinkan untuk menjaga ketepatan melalui data konsisten terkait pola pembelian dan tren musiman.

Di lingkungan manufaktur dan B2B, target akurasi 85% atau lebih adalah tujuan yang masuk akal, terutama untuk kontrak jangka panjang atau produk dengan permintaan yang stabil. Perusahaan yang punya pelanggan dengan kebutuhan yang lebih konsisten atau kontrak jangka panjang bisa memanfaatkan stabilitas ini untuk mencapai akurasi yang lebih tinggi.

Mengapa Akurasi 100% dalam Peramalan Permintaan Itu Tidak Realistis—dan Bagaimana Mengatasinya
Designed by Freepik

Tapi, di industri seperti fesyen atau produk musiman, permintaan cenderung lebih fluktuatif sehingga target akurasi mungkin lebih dekat ke 70-80%. Industri-industri ini melihat perubahan preferensi pelanggan dan tren pasar yang cepat, yang membuat ketidakakuratan peramalan lebih sering terjadi. Tujuan utama peramalan permintaan bukanlah mencapai akurasi sempurna, tapi mengurangi tingkat kesalahan secara berkelanjutan dan menyesuaikan peramalan berdasarkan informasi dan tren yang ada.

Alih-alih fokus pada persentase akurasi yang spesifik, perusahaan seringkali lebih menitikberatkan pada pengurangan kesalahan peramalan. Metode seperti Mean Absolute Percentage Error (MAPE) membantu melacak akurasi peramalan dengan cara yang lebih bermakna, memastikan kalau upaya perbaikan terus berlangsung daripada cuma mengejar target yang sulit dicapai.

Anda juga pasti suka:

Dampak Ketidakakuratan Peramalan terhadap Bisnis

Meskipun target akurasi peramalan sekitar 70-90%, margin kesalahan sebesar 10-30% ini bisa memberikan dampak yang besar. Ketidakakuratan peramalan memengaruhi beberapa aspek bisnis, mulai dari pengelolaan persediaan hingga kepuasan pelanggan dan profitabilitas.

Dampak yang paling umum dan langsung terasa adalah pada tingkat persediaan. Ketika permintaan diperkirakan terlalu tinggi, perusahaan bisa punya kelebihan stok, yang mengikat modal dan meningkatkan biaya penyimpanan. Dalam sektor yang melibatkan barang-barang yang mudah rusak atau produk dengan siklus hidup pendek, kelebihan stok bisa menyebabkan pemborosan atau memerlukan diskon besar-besaran, yang menggerus profitabilitas.

Sebaliknya, perkiraan permintaan yang terlalu rendah menyebabkan kekurangan stok, yang berdampak pada penundaan atau peluang penjualan yang hilang. Pelanggan mungkin beralih ke pesaing ketika mereka tidak bisa menemukan apa yang mereka butuhkan, yang menyebabkan hilangnya pendapatan dan bisa merusak loyalitas merek. Situasi ini sangat krusial dalam pasar yang sangat kompetitif, di mana ekspektasi pelanggan terhadap ketersediaan dan layanan cepat sangat tinggi.

Ketidakakuratan peramalan juga menyebabkan inefisiensi operasional. Ketika peramalan tidak tepat, jadwal produksi mungkin memerlukan penyesuaian mendadak, yang mengakibatkan gangguan dan biaya yang lebih tinggi. Misalnya, lonjakan permintaan yang tidak terduga mungkin membutuhkan tenaga kerja lembur atau pemesanan cepat dari pemasok, yang semuanya meningkatkan biaya operasional. Sebaliknya, perkiraan yang terlalu tinggi bisa menyebabkan sumber daya yang tidak dimanfaatkan secara optimal, yang meningkatkan biaya produksi per unit.

Mengapa Akurasi 100% dalam Peramalan Permintaan Itu Tidak Realistis—dan Bagaimana Mengatasinya
Designed by Freepik

Logistik juga terdampak oleh ketidakakuratan peramalan. Permintaan yang diperkirakan terlalu tinggi bisa menyebabkan pengiriman tidak penuh, yang menaikkan biaya pengiriman per unit, sementara permintaan yang diperkirakan terlalu rendah bisa menyebabkan pengiriman cepat yang biasanya lebih mahal. Semua fluktuasi logistik ini memperberat profitabilitas dan mempersulit manajemen rantai pasokan.

Kepuasan pelanggan ikut terdampak ketika ketidakakuratan peramalan menyebabkan kekurangan stok atau penundaan. Pelanggan modern mengharapkan keandalan dan konsistensi, dan mereka lebih mungkin beralih merek kalau sebuah perusahaan tidak bisa memenuhi kebutuhan mereka secara konsisten. Pelanggan yang kecewa mungkin tidak cuma berhenti membeli tapi juga berbagi pengalaman negatif mereka, yang berpotensi merusak reputasi merek.

Dampak finansial dari kesalahan peramalan cukup signifikan. Kekurangan stok menyebabkan hilangnya peluang penjualan, yang mengurangi potensi pendapatan, sementara kelebihan stok bisa menyebabkan markdown dan penurunan profitabilitas. Ketika persediaan tertahan, modal yang bisa diinvestasikan di tempat lain menjadi terikat, menciptakan kendala arus kas yang membatasi fleksibilitas keuangan perusahaan.

Anda juga pasti suka:

Strategi Mengatasi Ketidakakuratan Peramalan

Mengingat dampak ketidakakuratan peramalan, bisnis perlu fokus pada strategi untuk mengurangi risiko dan mengelola fluktuasi permintaan secara efektif.

Salah satu pendekatan yang umum adalah dengan mempertahankan stok pengaman atau buffer inventory. Meskipun menyimpan tambahan inventaris bisa meningkatkan biaya penyimpanan, ini memberikan perlindungan terhadap lonjakan permintaan yang tak terduga, mengurangi kemungkinan kekurangan stok dan hilangnya penjualan. Perusahaan perlu menyeimbangkan ukuran stok pengaman dengan biaya penyimpanan, menggunakan data permintaan dan pola historis untuk menetapkan level optimal.

Produksi dan rantai pasokan yang fleksibel adalah cara lain yang efektif untuk mengurangi risiko yang terkait dengan ketidakakuratan peramalan. Kelincahan dalam produksi memungkinkan perusahaan untuk meningkatkan atau mengurangi operasi dengan cepat sesuai dengan perubahan permintaan, meminimalkan pemborosan, dan mencegah kekurangan. Pengadaan dari beberapa pemasok, di mana perusahaan bekerja dengan beberapa pemasok daripada mengandalkan satu sumber, juga menambah fleksibilitas dan mengurangi risiko bottleneck.

Designed by Freepik

Pendekatan lain yang semakin populer adalah replenishment berbasis permintaan. Pendekatan ini mengalihkan fokus dari permintaan yang diperkirakan ke data permintaan yang sebenarnya. Dengan menggunakan data penjualan atau pesanan pelanggan secara real-time untuk menginformasikan keputusan produksi dan inventaris, perusahaan bisa mengurangi ketergantungan pada peramalan saja. Replenishment berbasis permintaan memungkinkan bisnis untuk beradaptasi dengan perubahan permintaan yang nyata, meningkatkan kemampuan respons mereka dan mengurangi kemungkinan kelebihan atau kekurangan stok.

Peramalan kolaboratif juga merupakan strategi yang bernilai. Melibatkan pemangku kepentingan utama lintas fungsi—seperti penjualan, pemasaran, dan rantai pasokan—membantu meningkatkan akurasi peramalan. Dengan memasukkan wawasan dari berbagai departemen, bisnis mendapatkan pandangan yang lebih komprehensif tentang faktor-faktor penggerak permintaan.

Begitu juga, kolaborasi dengan pemasok bisa meningkatkan keselarasan pada jadwal produksi dan replenishment, mengurangi risiko ketidaksesuaian antara permintaan yang diperkirakan dan yang aktual dan membantu rantai pasokan berjalan lebih lancar. Dengan cara ini, perusahaan bisa memperkecil jarak antara peramalan dan realitas, mengelola ketidakpastian dengan lebih baik, serta merespons perubahan pasar dengan cepat.

Teknologi seperti analitik canggih dan pembelajaran mesin juga semakin banyak digunakan dalam peramalan. Dengan menggunakan model prediktif yang menggabungkan data historis, tren pasar, dan bahkan faktor eksternal seperti cuaca atau data ekonomi, perusahaan bisa meningkatkan akurasi peramalan secara bertahap. Pembelajaran mesin punya keunggulan dalam mengenali pola yang kompleks dan terus belajar dari data baru, sehingga seiring waktu, model ini bisa menyesuaikan diri dengan lebih baik terhadap perubahan permintaan. Perusahaan yang berinvestasi dalam teknologi ini bisa mengurangi margin kesalahan dan meningkatkan prediksi permintaan secara lebih konsisten.

Fokus pada Ketahanan, Bukan Kesempurnaan

Kesimpulannya, meskipun mengejar akurasi 100% dalam peramalan permintaan adalah hal yang tidak realistis, bukan berarti perusahaan harus mengabaikan upaya untuk meningkatkan akurasi. Sebaliknya, pendekatan yang lebih praktis adalah dengan membangun ketahanan—mengembangkan sistem yang fleksibel, responsif, dan siap menghadapi perubahan. Perusahaan yang berfokus pada ketahanan bisa menavigasi ketidakpastian dengan lebih baik, mengurangi dampak negatif dari kesalahan peramalan, dan tetap kompetitif meskipun permintaan tidak selalu bisa diprediksi secara sempurna.

Dalam peramalan permintaan, tujuan utama bukanlah kesempurnaan, melainkan ketahanan dan ketangkasan dalam menghadapi ketidakpastian. Dengan mengombinasikan strategi seperti stok pengaman, produksi fleksibel, peramalan kolaboratif, dan teknologi mutakhir, perusahaan bisa memitigasi risiko dan menanggapi perubahan dengan cepat. Ketika perusahaan siap untuk beradaptasi, mereka tidak cuma mampu bertahan, tapi juga mampu berkembang di tengah perubahan pasar yang dinamis.

Perusahaan yang punya ketangguhan dalam menghadapi variasi permintaan akan lebih siap untuk memenuhi harapan pelanggan, mengelola biaya, dan menjaga profitabilitas. Pada akhirnya, peramalan permintaan adalah alat yang kuat untuk pengambilan keputusan, tapi bukan satu-satunya. Keberhasilan dalam manajemen permintaan membutuhkan kombinasi dari strategi yang responsif, pemahaman yang dalam tentang kebutuhan pelanggan, dan fleksibilitas untuk beradaptasi ketika peramalan tak berjalan sesuai harapan.

Semoga bermanfaat!

Bagikan artikel ini ke rekan Anda yang lain supaya mereka juga mendapatkan manfaatnya. Untuk lebih banyak insight bermanfaat tentang supply chain management, follow akun LinkedIn saya. Dapatkan juga ebook dari scmguide.com di sini untuk semakin menambah wawasan supply chain management Anda. Anda bebas menggunakan semua artikel di blog ini untuk tujuan apapun, termasuk komersil, tanpa perlu memberikan atribusi.

Avatar photo

Dicky Saputra

Saya adalah seorang profesional yang bekerja di bidang Supply Chain Management sejak tahun 2004. Saya membantu perusahaan untuk meningkatkan kinerja keseluruhan supply chain mereka.

View all posts by Dicky Saputra →

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *