Juni 6, 2025

Kenapa Pabrik Anda Terus Kehabisan Stok (dan Apa yang Bisa Dilakukan MRP untuk Mengatasinya)

Mari kita jujur sejenak. Anda sedang menatap jadwal produksi yang kembali berantakan. Lantai produksi kosong lagi, orang-orang menunggu—lagi—untuk sebuah komponen yang seharusnya sudah datang dua hari lalu. Tim pembelian bersumpah sudah memesan. Petugas gudang bersikeras bin-nya masih penuh minggu lalu. Dan si perencana? Dia sudah membuat kopi lagi, diam-diam mengutuk spreadsheet yang membawanya ke dalam kekacauan ini.

Kedengarannya familiar?

Kalau Anda mengangguk, walau sedikit, berarti Anda sedang mengalami jeritan diam-diam dari rantai pasok yang sedang butuh satu hal: Material Requirement Planning—atau disingkat MRP.

Tapi tunggu dulu—apa itu MRP sebenarnya? Apakah ini software? Metode? Atau sekadar jargon yang sering diucapkan vendor ERP untuk membenarkan tagihan langganan Anda?

Di artikel ini, kita akan membahas secara mendalam—bukan cuma tentang apa itu MRP, tapi juga kenapa MRP penting, bagaimana cara kerjanya, dan seperti apa rasanya saat sistem ini tidak ada. Ambil segelas minuman hangat, karena ini bukan sekadar pelajaran teori. Ini adalah cerita tentang lantai produksi Anda, material Anda, dan kewarasan Anda.

Sebelum kita lanjutkan bahasan menarik ini, jangan lupa untuk follow juga akun LinkedIn saya. Anda akan mendapatkan lebih banyak insight bermanfaat tentang supply chain management di sana. Dapatkan juga ebook dari scmguide.com di sini untuk semakin menambah wawasan supply chain management Anda.

Kenyataan Rumit di Dunia Produksi

Manufaktur bukan cuma soal merakit barang. Ini tentang waktu. Anda butuh komponen yang tepat, dalam jumlah yang tepat, di lokasi yang tepat, pada waktu yang tepat pula. Itu saja sudah sulit kalau Anda cuma membuat satu jenis produk. Sekarang bayangkan Anda menangani ribuan komponen, masing-masing dengan lead time, jumlah pesanan minimum, dan sifat unik supplier-nya. Tiba-tiba, proses yang tadinya seperti main LEGO berubah jadi Jenga raksasa yang sulit diprediksi.

Anda mungkin pernah mengalami kekacauan dalam mode pemadam kebakaran—di mana setiap hari ada pengiriman mendesak, telepon ke supplier berubah jadi sesi curhat, dan setiap keterlambatan mengacaukan seluruh jadwal produksi. Melelahkan, bukan? Dan sebagian besar penyebab utamanya bukanlah supplier atau peramalan permintaan. Tapi karena perencanaan yang tidak terstruktur dan tidak sinkron.

Itulah lubang yang ingin diisi oleh MRP.

Asal Mula MRP

Sebelum ada akronim keren dan dashboard berbasis cloud, ada satu kebenaran sederhana dalam dunia manufaktur: Anda tidak bisa membuat sesuatu kalau bahannya tidak tersedia. MRP mulai dikenal di tahun 1960-an, ketika pabrikan sadar kalau mereka butuh lebih dari sekadar catatan stok. Mereka butuh sistem yang bisa menyelaraskan apa yang akan diproduksi dengan apa yang harus dibeli.

Joseph Orlicky, yang sering dianggap pelopor MRP, terinspirasi dari prinsip lean Toyota dan kompleksitas manufaktur Amerika yang terus berkembang. Ia menciptakan sistem yang menghubungkan titik-titik antara jadwal produksi dan kebutuhan material. Bukan berdasarkan tebakan. Bukan rata-rata. Tapi perhitungan nyata berdasarkan permintaan aktual.

Tak lama kemudian, MRP berkembang dari konsep penjadwalan sederhana menjadi mesin berbasis software di jantung sistem ERP.

Anda juga pasti suka:

Inti dari MRP: Meledakkan BOM

Bayangkan ini. Anda bisa pesanan untuk membuat 100 sepeda. Setiap sepeda butuh 2 ban, 1 rangka, 1 rantai, 1 jok, dan 2 pedal. Kedengarannya sederhana. Tapi sekarang bayangkan perusahaan Anda menjual 12 tipe sepeda. Dan setiap varian punya ban, rangka, dan sistem gir yang sedikit berbeda.

Yang tadinya daftar sederhana sekarang jadi jaringan rumit komponen dan sub-assembly. Mengelolanya secara manual? Mustahil. Di sinilah Bill of Materials atau BOM menjadi penting.

Keajaiban MRP terletak pada proses exploding the BOM. Artinya, sistem mulai dari produk jadi, lalu mengurai ke bawah—tingkat demi tingkat—sampai ke komponen mentah. Sistem bekerja mundur dari master production schedule (MPS), menghitung dengan tepat berapa jumlah masing-masing komponen yang dibutuhkan dan kapan.

Ini seperti matematika terbalik. Kalau Anda butuh 100 sepeda tanggal 10 Juni, maka Anda butuh 200 ban tanggal 7 Juni, dan mungkin harus memesannya tanggal 25 Mei kalau supplier-nya butuh dua minggu. MRP menghubungkan semua titik itu—jadi bannya menunggu Anda, bukan Anda yang menunggu bannya.

Stok Bukan Musuh… Kecuali Kalau Salah Jenis

Anda mungkin berpikir MRP cuma soal menghindari kehabisan stok. Itu memang benar, tapi cuma setengah cerita. Setengah lainnya? Menghindari kelebihan stok. Tidak ada yang lebih menyakitkan (dan memboroskan) daripada gudang penuh barang yang tidak dibutuhkan, apalagi saat komponen yang dibutuhkan justru tidak ada.

MRP mencegah ini dengan mempertimbangkan tiga hal utama: stok saat ini, pengiriman yang sudah dijadwalkan (barang dalam perjalanan), dan pesanan yang direncanakan. Kombinasi ini memungkinkan sistem merekomendasikan apa yang harus Anda pesan, seberapa banyak, dan kapan—berdasarkan data aktual.

Artinya, tidak ada lagi keputusan impulsif seperti, “Pesan saja lebih banyak buat jaga-jaga.” Tidak ada lagi pengiriman udara mahal karena ada yang lupa cek lead time. Dan tidak ada lagi main tebak-tebakan.

Designed by Freepik

Lead Time adalah Jam yang Tidak Bisa Diabaikan

Ada satu kenyataan yang mudah dilupakan: setiap material punya lead time, dan MRP sangat memperhatikannya. Ada komponen yang bisa dibeli lokal dalam sehari. Ada juga yang datang dari luar negeri dan butuh enam minggu, itu pun kalau tidak kena masalah bea cukai. (Dan kita semua tahu betapa mudahnya itu terjadi.)

MRP tidak cuma merencanakan apa yang harus dipesan—tapi juga kapan. Ia melihat jauh ke depan, kadang berbulan-bulan sebelumnya, memastikan purchase order dikirim cukup awal untuk mendukung jadwal produksi.

MRP juga memperhitungkan lead time produksi. Kalau proses pengelasan rangka butuh tiga hari, dan pengecatan butuh dua hari lagi, MRP akan menyusun semua ini dalam rencana Anda. Ini adalah simfoni perencanaan, dan setiap keterlambatan adalah nada yang fals.

Kenapa Spreadsheet Tidak Lagi Cukup

Dulu, seorang perencana andal dengan spreadsheet Excel dan naluri tajam bisa membuat semuanya tetap berjalan. Mungkin itu Anda—atau orang di tim Anda. Tapi mari kita jujur: rantai pasok hari ini lebih tidak stabil dari sebelumnya.

Permintaan tidak menentu. Gangguan pasokan makin sering. Pelanggan ingin pengiriman lebih cepat. Dan kompleksitas produk terus meningkat. Spreadsheet tidak dibuat untuk menangani perencanaan dinamis seperti ini. Mereka tidak bisa otomatis memperbarui stok. Tidak menyesuaikan dengan keterlambatan supplier. Dan jelas tidak bisa mengurai BOM bertingkat secara real-time.

Sistem MRP, sebaliknya, bisa melakukan semua itu—dan lebih. Mereka memberi visibilitas, ketertelusuran, dan kelincahan. Mereka mengubah perencanaan dari permainan tebak-tebakan menjadi pengambilan keputusan berbasis data.

MRP Bukan Sempurna, Tapi Jauh Lebih Baik

Sekarang, mari kita jujur sejenak. MRP bukan peluru ajaib. Ia tidak bisa memperbaiki peramalan yang buruk. Tidak bisa menyulap hubungan supplier yang kacau. Dan jelas tidak akan berhasil kalau data BOM Anda berantakan.

Faktanya, salah satu alasan utama MRP gagal adalah karena input-nya buruk. Kalau item master sudah usang, lead time tidak akurat, atau jadwal produksi berubah tiap dua jam, MRP akan kesulitan. Ini adalah mesin logika—bukan pembaca pikiran.

Tapi kalau data Anda bersih, BOM-nya terstruktur, dan timnya terlatih, MRP bisa menjadi kekuatan super. Ia memberitahu Anda apa yang harus dipesan, kapan harus dipesan, dan kenapa. Ia menurunkan biaya inventori, meningkatkan tingkat layanan, dan membuat tim perencana bisa tidur nyenyak.

Anda juga pasti suka:

Sisi Manusia dari MRP

Jangan lupakan: di balik setiap sistem MRP ada tim manusia. Beralih dari perencanaan manual ke MRP bukan sekadar pergantian software—ini adalah pergeseran pola pikir. Butuh kepercayaan pada sistem, disiplin dalam manajemen data, dan kolaborasi lintas fungsi.

Tapi itu sepadan.

Karena ketika kekacauan mereda dan pemadaman berhenti, Anda mulai melihat sesuatu yang indah: flow. Material datang tepat waktu. Produksi berjalan lancar. Pelanggan puas. Dan tim perencana Anda? Mereka mulai fokus pada strategi—bukan stres.

Jadi, Haruskah Anda Menggunakan MRP?

Kalau Anda bergerak di bidang manufaktur dan masih mengandalkan intuisi dan spreadsheet, maka jawabannya: ya—100 kali ya. Tapi bahkan kalau Anda sudah punya modul MRP di sistem ERP, pertanyaannya adalah: apakah Anda sudah menggunakannya dengan benar?

Implementasi MRP yang sesungguhnya bukan sekadar mengaktifkan fitur. Tapi menyelaraskan data, proses, dan orang. Ini soal memberi sistem informasi yang baik dan mempercayai logika yang dihasilkannya. Ini tentang membiarkan sistem menangani hal berat, supaya tim Anda bisa fokus pada hal-hal yang benar-benar penting.

Penutup: MRP sebagai Mitra Jangka Panjang

Anggap saja MRP seperti perencana diam-diam yang bekerja tanpa lelah di belakang layar. Ia tidak teriak. Ia tidak panik. Ia cuma menghitung—berulang kali—apa yang Anda butuhkan, kapan dibutuhkan, dan kenapa. Ia mungkin tidak mencolok, tapi sangat mendasar. Dan di dunia di mana kelincahan rantai pasok adalah keunggulan kompetitif baru, fondasi seperti itu jadi sangat penting.

Jadi lain kali lini produksi Anda berhenti cuma karena satu baut hilang, ingatlah: ini bukan sekadar soal komponen. Ini soal rencana. Dan bisa jadi, MRP adalah potongan yang hilang.

Semoga bermanfaat!

Bagikan artikel ini ke rekan Anda yang lain supaya mereka juga mendapatkan manfaatnya. Untuk lebih banyak insight bermanfaat tentang supply chain management, follow akun LinkedIn saya. Dapatkan juga ebook dari scmguide.com di sini untuk semakin menambah wawasan supply chain management Anda. Anda bebas menggunakan semua artikel di blog ini untuk tujuan apapun, termasuk komersil, tanpa perlu memberikan atribusi.

Avatar photo

Dicky Saputra

Saya adalah seorang profesional yang bekerja di bidang Supply Chain Management sejak tahun 2004. Saya membantu perusahaan untuk meningkatkan kinerja keseluruhan supply chain mereka.

View all posts by Dicky Saputra →

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *