Supply chain trade-off atau pertukaran dalam supply chain ngga bisa Anda hindari. Anda harus menghadapinya.
Dengan tantangan untuk selalu mempertahankan pertumbuhan pendapatan, membuat supply chain lebih efektif dan efisien selalu menjadi peluang untuk bisa mewujudkan tujuan bisnis Anda.
Manajer, bagaimanapun, kadang jatuh ke dalam perangkap fokus untuk memperbaiki satu komponen supply chain tanpa sadar kalau yang mereka lakukan sebenarnya cuma mengalihkan beban ke komponen yang lain.
Mengoptimalkan logistik dan supply chain kenyataannya memang sering kali melibatkan trade-off (pertukaran).
Trade-off apa saja? Itulah yang akan kita bahas kali ini.
Tapi, sebelum kita masuk ke bahasan lebih jauh, saya mau ajak Anda juga untuk bergabung dengan channel telegram scmguide karena bakal banyak lagi bahasan menarik dan pastinya bermanfaat untuk Anda yang akan dibahas di channel ini. Jadi, pastikan Anda juga bergabung ya.
Table of Contents
6 supply chain trade-off yang harus Anda hadapi
Inventory VS service
Profesional penjualan biasanya meminta inventory tinggi untuk memastikan mereka bisa memenuhi pesanan customer mereka.
Sebaliknya, profesional keuangan, bagaimanapun, lebih memilih inventory yang lebih rendah untuk menjaga modal kerja (working capital) tetap rendah.
Karena itu, para eksekutif harus memilih antara membangun inventory untuk memastikan ketersediaan produk bagi customer atau memilih uang tunai yang bisa mereka bebaskan dengan mengurangi tingkat stok mereka.
Bagaimana cara memutuskannya?
Untuk produk yang gampang rusak atau barang dengan tanggal kadaluwarsa, inventory yang lebih rendah bisa menjadi pilihan.
Sedangkan untuk perusahaan consumer goods yang bergerak cepat, bisa memilih inventory yang lebih tinggi untuk mempertahankan pangsa pasar (market share) yang kompetitif.
Batch besar VS Frequent runs
Saya pikir, bukan rahasia lagi kalau manajer pabrik lebih suka menjadwalkan produksi untuk satu item pada satu waktu dengan ukuran lot atau batch terbesar yang mungkin. Betul begitu?
Operasi tunggal yang nyaman dan menawarkan output yang lebih efisien dengan down-time lebih sedikit karena pergantian tools yang lebih sedikit juga. Siapa yang ngga mau kan?
Tapi, bagaimana dengan banyaknya stok produk akhir yang dihasilkan? Yang seringkali melebihi jumlah permintaan customer?
Sebaliknya, menjalankan produksi beberapa kali dengan jumlah yang lebih sedikit, bagaimanapun akan menghasilkan inventory yang lebih rendah karena output produksi akan disinkronkan secara lebih efektif dengan permintaan customer.
Menjalankan produksi lebih sering, juga bisa menghemat ruang penyimpanan produk akhir meskipun dengan mengorbankan pemanfaatan kapasitas produksi yang lebih rendah dan down-time lebih tinggi karena lebih seringnya diperlukan pergantian tools.
Banyak perusahaan otomotif sudah mempelajari bagaimana cara melakukan perubahan model produksi secara lebih sering. Tapi, mereka tetap masih cenderung berinvestasi untuk membuat beberapa jalur perakitan untuk meminimalkan frequent runs ini.
Anda juga pasti suka:
Order besar VS order kecil
Beberapa supplier seringkali menggoda klien bisnis mereka dengan memberikan diskon untuk pesanan dalam jumlah besar.
Bagi customer, potongan harga berarti biaya bahan baku atau komponen yang lebih rendah. Yang berarti juga margin keuntungan yang lebih baik untuk setiap produk jadi.
Tapi, pesanan dengan volume besar, bagaimanapun juga berarti inventory yang lebih tinggi selama periode waktu tertentu. Risiko keusangan (aging) yang lebih tinggi dan peningkatan biaya penyimpanan, juga ngga bisa dihindari.
Sebaliknya, pesanan yang lebih kecil, yang dikirim lebih sering, ngga cuma akan menyelesaikan masalah inventory, keusangan (aging), dan penyimpanan saja. Tapi juga bisa meningkatkan layanan kepada end customer karena kemungkinan kehabisan stok bisa dihindari karena lead time pengiriman vendor yang kemungkinan akan lebih pendek.
Mana yang akan Anda pilih? Order besar dengan potongan harga, tapi inventory tinggi? Atau, order kecil, inventory rendah, tapi Anda kehilangan kesempatan untuk mendapatkan diskon?
Pedagang komoditas menawarkan harga yang lebih rendah untuk pesanan massal yang besar. Tapi, beberapa pembeli, seperti supermarket misalnya, menolak membeli dalam jumlah besar karena margin keuntungan mereka sensitif terhadap biaya inventory.
Beberapa pengecer membangun gudang besar untuk meminimalkan biaya inventory sambil tetap mengambil keuntungan dari diskon besar-besaran karena customer mereka membeli di area yang sama ke mana vendor melakukan pengiriman.
Supplier lokal VS global
Sourcing dari vendor internasional umumnya punya peluang harga material yang lebih rendah, tapi karena jarak geografis, itu berarti Anda butuh lead time yang lebih lama dan kemampuan yang lebih lambat untuk merespons perubahan permintaan.
Sourcing lokal, di sisi lain, memberikan respons lebih cepat terhadap perubahan permintaan, tapi punya risiko harga vendor yang lebih tinggi, terutama jika Anda lebih memilih supplier lokal tersebut untuk menyimpan inventory dan mengirimkannya dalam ukuran lot yang kecil ke lokasi Anda.
Contoh untuk kasus ini adalah, beberapa dealer furnitur Eropa yang mendapatkan produk mereka dari Asia karena tingginya harga meja & kursi lokal di negara asal mereka.
Produsen Asia, bagaimanapun, menghadapi tantangan untuk bisa menyamai standar kualitas tinggi dari konsumen Eropa. Belum lagi tantangan untuk mengirimkan pesanan tepat waktu.
Anda juga pasti suka:
Beberapa depot VS satu distribution center
Satu distribution center memungkinkan efisiensi biaya penyimpanan yang lebih besar. Tapi, juga mendorong biaya distribusi yang lebih tinggi karena penyebaran customer yang lebih tinggi untuk dilayani.
Sedangkan beberapa depot, berarti ketersediaan produk yang lebih dekat dengan customer yang dengan begitu, order-to-delivery yang lebih responsif dengan fleksibilitas ukuran lot pengiriman yang lebih kecil.
Konsekuensinya, beberapa depot juga berarti biaya overhead yang lebih tinggi.
Perusahaan minuman lebih memilih beberapa depot karena volume penjualan mereka yang tinggi ke banyak customer. Ini tentu beda dengan industri lain di mana satu distribution center dipilih dengan alasan biaya yang lebih rendah.
Full Loads VS LTL’s
Perusahaan sering bingung apakah harus menunggu sampai pesanan memenuhi truk dulu atau langsung mengirimkan kurang dari muatan truk atau less-than-truckload (LTL).
Full-truckload (FTL) berarti mengoptimalkan biaya pengiriman. Sedangkan LTL, menekankan pada layanan customer.
Banyak usaha kecil dan menengah memilih truk yang lebih kecil atau kurir sepeda motor untuk mengirimkan barang dengan cepat ke customer.
Sedangkan distributor tepung terigu besar, biasanya akan tetap menggunakan kendaraan pengiriman besar yang terisi penuh karena margin keuntungan mereka sensitif terhadap biaya pengiriman yang tinggi.
Kesimpulan
Trade-off adalah bagian ngga terpisahkan dari setiap logistik dan strategi supply chain. Dan itu merupakan bagian dari pengambilan keputusan yang harus dibuat oleh top management.
Sedangkan manajer, mereka perlu menyeimbangkan efek strategi yang mereka pilih atas fungsi unik operasi mereka. Karena satu manfaat di satu area, bisa berarti biaya yang lebih tinggi di area yang lain.
Bagaimana perusahaan memposisikan, atau ingin memposisikan, diri mereka sendiri, akan menentukan strategi supply chain mana yang lebih tepat untuk diterapkan.
Bagaimana dengan Anda? Bagaimana Anda melakukan supply chain trade-off?
”Kalau anda pikir artikel ini bermanfaat, bagikan juga ke rekan-rekan anda lainnya dan gabung dengan scmguide telegram channel untuk mendapatkan artikel bermanfaat lainnya dari blog ini.”